Tangerang (RadarYogyakarta.com) – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) RI memastikan bahwa 105 perempuan Warga Negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Myawaddy, Myanmar, akan mendapatkan penanganan khusus dan perlindungan.
Menteri PPPA, Arifah Fauzi, mengungkapkan bahwa langkah-langkah penanganan telah disiapkan, termasuk pemeriksaan kesehatan bagi para korban. “Kami telah menyiapkan langkah-langkah khusus, seperti pengecekan kesehatan untuk memastikan kondisi fisik mereka,” ujar Arifah dalam keterangan persnya di Tangerang, Selasa (18/3).
Fauzi menjelaskan bahwa 105 perempuan ini merupakan bagian dari 554 WNI yang berhasil dibebaskan dalam operasi pembebasan yang dilaksanakan di Myawaddy, Myanmar. Mereka berhasil dievakuasi lewat Kota Maesot, Thailand, dan 2nd Friendship Bridge yang menghubungkan kedua negara, pada Senin (17/3).
Proses pemulangan para korban dilakukan dalam tiga gelombang, dengan gelombang pertama dan kedua membawa 400 orang dari Bangkok menuju Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, pada Senin (18/3).
“Para korban yang berjumlah 105 perempuan ini akan ditempatkan sementara di Wisma Haji Pondok Gede, Jakarta Timur. Di tempat tersebut, mereka akan menerima layanan kesehatan dan pendampingan psikologis untuk memulihkan kondisi psikis mereka,” tambah Fauzi.
Selain itu, Fauzi mengimbau agar masyarakat, terutama perempuan dan anak-anak di pedesaan, berhati-hati terhadap tawaran perekrutan kerja ke luar negeri dengan iming-iming upah tinggi. Ia menegaskan bahwa hal ini bisa berpotensi menjadi modus penipuan yang berakhir dengan korban TPPO di negara-negara konflik seperti Myanmar.
“Program berbasis desa kami diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat kepada masyarakat hingga tingkat desa, sehingga kasus TPPO dapat terdeteksi dan dicegah lebih dini,” ujarnya.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Budi Gunawan, juga menyampaikan bahwa para korban TPPO yang berhasil diselamatkan telah mengalami penyiksaan fisik dan psikis selama ditawan. Mereka dipaksa bekerja, disiksa, bahkan diancam untuk menyerahkan organ tubuh mereka. Selain itu, paspor mereka disita dan dilarang berkomunikasi dengan pihak luar.
“Para korban ini telah mengalami tekanan fisik yang berat, termasuk pemukulan dan ancaman kekerasan yang ekstrem. Mereka benar-benar menjadi tawanan dalam jaringan mafia penipuan daring internasional,” ungkap Budi.
Budi menambahkan, bahwa dari 554 WNI yang dievakuasi, 449 adalah laki-laki dan 105 adalah perempuan. Mereka merupakan korban dari penipuan daring besar yang terjadi di wilayah Myawaddy, tepatnya di perbatasan Myanmar dan Thailand.
Para korban yang selamat kini akan mendapatkan penanganan dari kementerian terkait, baik untuk pemulihan psikologis maupun perawatan medis. Pemerintah juga berkomitmen untuk mengusut tuntas kasus ini dan menindak tegas para pelaku penipuan.
“Upaya hukum terhadap pelaku yang terlibat dalam jaringan TPPO ini akan terus kami lakukan. Kami bertekad untuk mengungkap semua pihak yang bertanggung jawab dalam kasus ini,” tegas Budi.
Proses evakuasi 554 WNI ini dimulai pada 17 Maret 2025, ketika mereka berhasil dievakuasi melalui perbatasan Myawaddy-Thailand. Gelombang ketiga dari pemulangan ini akan dilakukan pada 19 Maret 2025, dengan membawa 154 orang lagi.
“Sesampainya di Indonesia, korban akan ditampung sementara di Wisma Haji Pondok Gede, Jakarta Timur, untuk mendapatkan pemeriksaan kesehatan yang diperlukan,” kata Budi.
Pemerintah berkomitmen untuk memberikan perlindungan maksimal kepada para korban dan memastikan mereka mendapat pemulihan yang dibutuhkan sebelum kembali ke kampung halaman masing-masing.