Jakarta, Radaryogyakarta.com– Kasus teror berupa pengiriman kepala babi ke kantor media Tempo di Jakarta pada 19 Maret 2025, terus menuai sorotan. Peneliti dari Institute for Security and Strategic Studies (ISEESS), Bambang Rukminto, mendesak kepolisian untuk menangani kasus ini dengan serius. Menurutnya, jika teror tersebut tidak diusut tuntas, masyarakat akan berasumsi bahwa pelaku memiliki kekuatan tertentu yang membuatnya kebal hukum.
“Selama ini, termasuk pada teror yang saya alami, tidak ada tindak lanjut signifikan dari pihak kepolisian. Semua yang dilakukan terkesan hanya prosedural tanpa ada tindakan nyata,” ujar Bambang pada Sabtu, 22 Maret 2025.
Bambang juga menyoroti kemajuan teknologi yang seharusnya memudahkan aparat dalam mengungkap pelaku. Dengan banyaknya kamera CCTV di sekitar kota dan jumlah peternakan babi yang terbatas, seharusnya penyelidikan terkait asal-usul kepala babi yang dikirim bisa dilacak dengan mudah.
“Investigasi terhadap siapa yang mengirimkan paket itu seharusnya bisa dilakukan dengan cepat. Selain itu, peternakan babi yang ada tidak banyak, jadi jejak pelaku bisa dilacak lebih mudah,” tambahnya.
Bambang mengingatkan, jika kasus ini gagal diungkap, publik akan beranggapan bahwa pelaku adalah pihak yang memiliki kekuasaan besar dan tidak bisa disentuh oleh hukum. “Jika tidak bisa diusut tuntas, hal itu akan menimbulkan anggapan bahwa ‘teror’ ini dilakukan oleh mereka yang anti-kritik dan memiliki kekuasaan yang membuatnya tak terjangkau oleh hukum,” tegas Bambang.
Pada 19 Maret 2025, Tempo menerima kiriman kepala babi yang ditujukan kepada Francisca Christy Rosana, seorang wartawan di desk politik dan host siniar Bocor Alus Politik. Kiriman tersebut diterima oleh petugas keamanan di gerbang Gedung Tempo sekitar pukul 16.15 WIB. Kiriman itu datang melalui kurir yang mengendarai sepeda motor matic putih, mengenakan jaket hitam, celana jeans, dan helm ojek online, seperti yang tercatat dalam rekaman CCTV.
Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) langsung melaporkan kasus ini ke Bareskrim Polri. KKJ menilai bahwa teror tersebut merupakan ancaman yang jelas terhadap kebebasan pers dan bertujuan menghalangi kegiatan jurnalistik. Koordinator KKJ, Erick Tanjung, menyatakan bahwa upaya menghalangi kerja jurnalistik adalah tindak pidana yang diatur dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, dengan ancaman hukuman dua tahun penjara.
Erick juga menegaskan bahwa pengiriman kepala babi tersebut berpotensi menjadi ancaman terhadap keselamatan jurnalis. Karena itu, KKJ melaporkan insiden ini dengan menggunakan Pasal 336 KUHP yang mengatur ancaman pembunuhan, yang dapat dikenakan hukuman hingga dua tahun delapan bulan penjara. “Kami melihat pengiriman kepala babi ini sebagai simbol ancaman pembunuhan,” ujar Erick.
Pemimpin Redaksi Tempo, Setri Yasra, mengungkapkan kecurigaan bahwa pengiriman kepala babi ini merupakan upaya teror terhadap kerja jurnalistik Tempo. “Kami menduga ini adalah langkah untuk mengintimidasi kami dan menghambat kebebasan jurnalistik,” kata Setri.
Tak lama setelah insiden pertama, Tempo kembali menerima kiriman teror, kali ini berupa bangkai tikus yang kepalanya terpenggal. Teror beruntun ini semakin memperkuat dugaan adanya upaya sistematis untuk menghalangi kebebasan pers dan menakut-nakuti jurnalis.