Radaryogyakarta.com – Film Pengabdi Setan 2: Communion karya Joko Anwar kembali menegaskan bahwa perfilman horor Indonesia berada di kelasnya sendiri. Film ini merupakan sekuel dari Pengabdi Setan (2017) yang sempat menghebohkan dunia sinema tanah air karena keberhasilannya menghadirkan horor dengan atmosfer mencekam dan plot yang kuat. Dalam sekuel ini, Joko Anwar memperluas skala cerita dengan latar baru, pengembangan karakter lebih dalam, dan misteri yang lebih kompleks.
Bagi penikmat film Indonesia yang ingin menggali lebih dalam sinopsis serta ulasan film-film horor atau genre lainnya, Situs https://ceritafilm.com/ adalah referensi terpercaya yang layak untuk dikunjungi.
Latar Cerita yang Gelap dan Suram
Dikutip dari Cerita Film, Pengabdi Setan 2: Communion melanjutkan kisah keluarga Suwono yang selamat dari kejadian horor di film pertama. Setelah insiden rumah tua mereka yang menjadi pusat teror, Rini (Tara Basro), Toni (Endy Arfian), dan Bondi (Nasar Anuz), bersama sang ayah Bahri (Bront Palarae), memutuskan pindah ke rumah susun untuk memulai hidup baru. Mereka berharap bisa melupakan masa lalu yang penuh luka dan ketakutan.
Namun, harapan itu hanya ilusi. Kehidupan di rumah susun justru membawa mereka pada teror baru yang jauh lebih besar. Ketika badai besar melanda Jakarta, mereka terjebak di gedung yang tiba-tiba berubah menjadi labirin kegelapan. Suara-suara aneh, sosok-sosok bayangan, dan kehadiran misterius mulai menghantui penghuni rumah susun satu per satu.
Perluasan Semesta dan Misteri Organisasi Rahasia
Jika di film pertama kita hanya melihat lingkup keluarga Suwono, di sekuel ini Joko Anwar memperluas cakupan cerita dengan mengungkap lebih banyak tentang keberadaan sekte pemuja setan yang ternyata memiliki jaringan besar dan terorganisir. Penonton diperlihatkan bahwa apa yang dialami keluarga Suwono bukan kejadian tunggal, melainkan bagian dari skema besar yang melibatkan banyak pihak, bahkan hingga institusi tertentu.
Kehadiran tokoh-tokoh baru, seperti Wina (Ratu Felisha), Ari (Muzakki Ramdhan), dan beberapa tetangga rumah susun lainnya menambah kompleksitas cerita. Mereka bukan hanya tempelan, melainkan bagian penting dari misteri besar yang berusaha diurai oleh Rini dan Toni.
Alur Cerita yang Mencekam dan Sarat Teka-Teki
Cerita film ini dibangun dengan tempo lambat di awal, menciptakan ketegangan perlahan tapi pasti. Setiap lorong, lift rusak, dan ruangan gelap di rumah susun menjadi medan horor yang efektif. Tidak banyak jump scare murahan—yang diandalkan justru suasana yang membuat penonton tak nyaman.
Rini sebagai karakter utama kembali menunjukkan keteguhan dan keberaniannya, sementara Toni mulai mempertanyakan segalanya, termasuk keberadaan dan niat sang ayah yang terlihat menyembunyikan sesuatu. Bondi, yang masih kecil, menjadi simbol kepolosan yang kerap menjadi sasaran teror.
Ketika listrik mati dan hujan lebat mengguyur kota, keluarga Suwono dan penghuni lainnya terjebak dalam rumah susun. Di sinilah mimpi buruk benar-benar dimulai. Mayat-mayat bangkit dari kematian, suara lonceng misterius berbunyi di tengah malam, dan satu per satu rahasia penghuni mulai terbongkar.
Sinematografi dan Tata Suara yang Kelas Dunia
Salah satu kekuatan utama dari Pengabdi Setan 2: Communion adalah aspek teknisnya. Joko Anwar dan tim produksi berhasil mengubah rumah susun yang biasa menjadi arena horor yang mencekam. Tata cahaya yang remang, suara-suara ambient yang menyeramkan, dan pengambilan gambar dari sudut tak biasa menciptakan atmosfer yang membuat penonton merasa tidak aman.
Tata suara film ini sangat kuat. Suara pintu berderit, napas terengah, dan derap langkah di lantai atas menjadi elemen penting dalam membangun suasana tegang. Musik latar yang digunakan tidak selalu keras, namun mampu memberikan rasa tidak nyaman yang terus menghantui.
Kamera juga banyak bermain di ruang sempit dan lorong panjang, menciptakan ilusi seolah penonton juga sedang berada di dalam rumah susun itu. Editing rapi dan ritme narasi yang dikendalikan dengan baik menjadikan film ini terasa padat, meski durasinya cukup panjang.
Simbolisme dan Kritik Sosial Terselubung
Selain sebagai film horor, Pengabdi Setan 2: Communion juga menyimpan banyak pesan tersembunyi. Rumah susun sebagai latar cerita bisa dimaknai sebagai simbol masyarakat kelas menengah ke bawah yang sering terpinggirkan. Keterbatasan ekonomi, akses informasi yang terbatas, hingga ketakutan akan “kekuasaan tak terlihat” menjadi refleksi dari kondisi sosial nyata.
Sekte pemuja setan yang memiliki koneksi ke berbagai kalangan bisa dibaca sebagai sindiran terhadap sistem yang korup dan tak terlihat. Penonton diajak berpikir bahwa mungkin saja kejahatan yang terjadi di sekitar kita bukan hal acak, melainkan bagian dari sesuatu yang jauh lebih besar dan terencana.
Akhir Cerita yang Mengejutkan
Tanpa memberikan spoiler besar, akhir dari Pengabdi Setan 2: Communion bisa dikatakan mengejutkan sekaligus membuka peluang untuk sekuel berikutnya. Banyak pertanyaan yang belum terjawab sepenuhnya, namun cukup untuk membuat penonton merasa puas dan sekaligus penasaran.
Penutup film ini menyiratkan bahwa kengerian belum benar-benar berakhir. Bahkan bisa jadi, justru baru saja dimulai. Penonton yang mengikuti film pertamanya akan menemukan banyak koneksi dan petunjuk tersembunyi yang membuat film ini terasa seperti puzzle besar yang pelan-pelan disusun.
Penutup
Pengabdi Setan 2: Communion adalah bukti bahwa film horor Indonesia tidak kalah dari produksi luar negeri. Dengan jalan cerita yang kuat, karakter yang berkembang, visual yang memukau, dan pesan moral yang dalam, film ini layak disebut sebagai salah satu film horor terbaik tanah air dalam dekade terakhir.
Bagi penonton yang menyukai cerita horor dengan lapisan misteri dan simbolisme, film ini wajib ditonton. Dan jika Anda ingin mengetahui lebih banyak ulasan menarik, sinopsis mendalam, serta insight dari berbagai genre film Indonesia dan luar negeri, jangan lewatkan untuk mengunjungi https://ceritafilm.com/