Jakarta, RadarYogyakarta.com – Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah, menilai bahwa pemberantasan judi online tidak akan efektif bila hanya dilakukan melalui pemblokiran konten digital atau pemutusan akses terhadap rekening dan dompet digital yang terindikasi terlibat.
Dalam keterangannya kepada RadarYogyakarta.com pada Kamis (15/5/2025), Piter menyatakan bahwa pendekatan yang selama ini dilakukan oleh pemerintah cenderung hanya menyasar bagian hilir atau permukaan dari persoalan judi daring. Padahal, menurutnya, akar permasalahan justru terletak di hulu, yakni pada jaringan pelaku dan operator judi itu sendiri.
“Pemblokiran situs dan pemutusan akses keuangan memang penting, tapi sifatnya hanya sementara. Selama jaringan pelaku di belakang layar tidak tersentuh, masalah ini akan terus muncul dengan wajah baru,” tegasnya.
Masalah yang Lebih Dalam dari Sekadar Situs dan Rekening
Piter mengibaratkan pendekatan saat ini seperti memangkas rumput liar tanpa mencabut akarnya. Situs-situs judi yang diblokir akan segera digantikan dengan domain baru, begitu pula dengan rekening-rekening yang digunakan untuk transaksi.
“Penyedia layanan judi online itu sangat adaptif. Mereka bisa dengan mudah membuka platform baru dan menggunakan rekening lain yang belum terdeteksi,” jelasnya.
Ia menekankan bahwa strategi yang lebih menyeluruh dibutuhkan, yakni dengan membongkar jaringan pengendali utama judi online, baik di dalam negeri maupun lintas negara.
Kerja Sama Lintas Lembaga dan Internasional Diperlukan
Dalam pandangannya, pemberantasan judi daring harus melibatkan kolaborasi intensif antar-instansi, termasuk Kepolisian, Badan Intelijen Negara (BIN), hingga lembaga keuangan seperti OJK dan Bank Indonesia. Selain itu, kerja sama internasional juga sangat diperlukan karena banyak server dan aliran dana yang berada di luar yurisdiksi Indonesia.
“Kita tidak bisa bekerja sendiri. Aktivitas judi online bersifat lintas batas, jadi koordinasi dengan negara lain mutlak diperlukan, termasuk dalam pelacakan transaksi keuangan lintas negara,” ujar Piter.
Langkah Pemerintah: Efektif, Tapi Belum Menyentuh Akar Masalah
Data dari Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) menunjukkan, sejak Oktober 2024 hingga Mei 2025, sebanyak 1.385.420 konten judi online berhasil ditangani. Dari jumlah tersebut, mayoritas berupa situs web dan alamat IP (1.248.405 konten), disusul oleh Facebook dan Instagram (58.585 konten), layanan berbagi file (48.370 konten), platform Google termasuk YouTube (18.534), serta X, TikTok, Telegram, dan lainnya.
Di sisi lain, sebanyak 14.478 rekening bank dan 2.188 akun e-wallet yang terindikasi terlibat aktivitas judi online telah diajukan ke OJK dan Bank Indonesia untuk proses lebih lanjut.
Sementara itu, data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menunjukkan adanya penurunan nilai perputaran uang judi online pada kuartal pertama 2025 yang tercatat sebesar Rp47 triliun. Angka ini menurun drastis dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp90 triliun.
Piter: Penurunan Bukan Jaminan Masalah Tuntas
Meski angka tersebut menunjukkan tren penurunan, Piter mengingatkan bahwa hal ini belum bisa dianggap sebagai keberhasilan mutlak.
“Angka turun itu bisa jadi hanya karena perubahan metode pelaku dalam menyembunyikan transaksi. Jika pelaku utamanya masih bebas bergerak, maka ancaman ini tetap nyata,” tutupnya.