Jakarta, RadarYogyakarta.com – Enam mantan pejabat PT Aneka Tambang (Antam) Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPP LM) dituntut hukuman penjara masing-masing sembilan tahun oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung dalam kasus dugaan korupsi tata kelola komoditas emas sebesar 109 ton yang berlangsung selama periode 2010 hingga 2022.
Tak hanya pidana penjara, para terdakwa juga dituntut untuk membayar denda masing-masing sebesar Rp750 juta. Apabila tidak dibayar, denda tersebut akan digantikan dengan kurungan selama enam bulan.
“Kami menilai para terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama,” ujar JPU Syamsul Bahri Siregar saat membacakan tuntutan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (15/5/2025).
Daftar Enam Terdakwa dan Peranannya
Adapun keenam terdakwa yang merupakan eks pejabat strategis di Antam antara lain:
- Tutik Kustiningsih (VP UBPP LM Antam periode 2008–2011)
- Herman (VP UBPP LM Antam periode 2011–2013)
- Dody Martimbang (Senior EVP UBPP LM Antam periode 2013–2017)
- Abdul Hadi Aviciena (GM UBPP LM Antam periode 2017–2019)
- Muhammad Abi Anwar (GM UBPP LM Antam periode 2019–2020)
- Iwan Dahlan (GM UBPP LM Antam periode 2021–2022)
Keenamnya didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kerugian Negara Capai Rp3,31 Triliun
Dalam perkara ini, negara disebut mengalami kerugian hingga Rp3,31 triliun. Kerugian tersebut timbul akibat kerja sama pemurnian dan peleburan emas dengan berbagai pihak non-kontrak karya, termasuk individu, toko emas, dan perusahaan swasta.
Menurut JPU, kerja sama tersebut dilakukan tanpa dasar kajian bisnis, tanpa penilaian risiko, serta tidak mendapat persetujuan resmi dari jajaran direksi PT Antam. Bahkan, meski praktik pemurnian emas cucian telah dilarang sejak 2017, para terdakwa disebut tetap melanjutkannya.
Pertimbangan Memberatkan dan Meringankan
Dalam tuntutannya, jaksa mempertimbangkan sejumlah hal yang memberatkan. Di antaranya adalah ketidaksediaan terdakwa mendukung agenda pemberantasan korupsi, serta dampak negatif terhadap citra dan kepercayaan publik terhadap produk emas Antam.
“Para terdakwa sadar kegiatan ini telah dihentikan, namun tetap melanjutkan praktik tersebut, yang menyebabkan kerugian besar bagi keuangan negara,” kata Syamsul.
Namun demikian, jaksa juga mencatat bahwa keenam terdakwa belum pernah menjalani hukuman sebelumnya, sebagai poin yang meringankan.
Keterlibatan Pihak Swasta
Kasus ini juga menyeret tujuh pihak swasta yang diduga menjadi mitra dalam transaksi ilegal tersebut. Ketujuh terdakwa dari kalangan pelanggan pemurnian dan peleburan emas disidangkan dalam berkas terpisah. Mereka adalah:
- Lindawati Efendi
- Suryadi Lukmantara
- Suryadi Jonathan
- James Tamponawas
- Ho Kioen Tjay
- Djudju Tanuwidjaja
- Gluria Asih Rahayu
Keseluruhan terdakwa dari dua kelompok tersebut didakwa dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU No. 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sidang akan berlanjut dengan agenda pembelaan dari masing-masing terdakwa.