Gaza, (RadarYogyakarta.com) – Pejabat senior Hamas, Mahmoud Mardawi, menegaskan bahwa Israel hanya akan dapat memperoleh kembali warganya yang disandera melalui kesepakatan pertukaran tawanan. Pernyataan ini disampaikan pada Minggu (2/3/2025).
Mardawi menilai Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dalam keadaan delusi jika ia berpikir bisa mencapai tujuannya melalui “perang kelaparan” yang dipaksakan di Jalur Gaza. Ia menegaskan bahwa Hamas tetap menolak untuk memperpanjang tahap pertama dari perjanjian yang telah disepakati dengan Israel, dan menuntut implementasi penuh dari semua tahap perjanjian tersebut.
Dalam pernyataannya, Mardawi juga meminta para mediator internasional untuk memastikan bahwa Israel mematuhi ketentuan yang telah disepakati dalam perjanjian tersebut.
Tahap pertama dari perjanjian tiga tahap antara Hamas dan Israel, yang berlangsung selama 42 hari dan mencakup peningkatan bantuan kemanusiaan, berakhir pada Sabtu (1/3). Dalam perjanjian tersebut, kedua pihak diharapkan untuk merundingkan tahap kedua, yang akan melibatkan pembebasan puluhan sandera yang tersisa dengan imbalan penarikan mundur pasukan Israel dari Gaza dan pemberlakuan gencatan senjata permanen.
Namun, pada Jumat (28/2), Israel mengusulkan kerangka kerja baru yang akan memperpanjang tahap pertama perjanjian tersebut selama 42 hari lagi, hingga setelah bulan Ramadhan dan Paskah Yahudi, yang berakhir pada 20 April. Hamas menanggapi usulan ini dengan menegaskan bahwa perpanjangan tersebut tidak dapat diterima.
Sementara itu, pada Minggu (2/3), Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengumumkan keputusan untuk menghentikan aliran barang dan pasokan ke Gaza. Langkah ini diambil sebagai upaya untuk menekan Hamas agar menerima usulan perpanjangan tahap pertama yang telah diajukan oleh utusan Amerika Serikat untuk Timur Tengah, Steve Witkoff.