Ankara, RadarYogyakarta.com – Kelompok perlawanan Palestina, Hamas, pada Kamis (15/2) mengumumkan bahwa mereka akan membebaskan tawanan Israel sebagai bagian dari kesepakatan gencatan senjata yang berlaku di Gaza. Langkah ini diambil setelah pertemuan dengan mediator Mesir dan Qatar, yang berkomitmen untuk mengatasi hambatan dan menutup celah yang ada dalam kesepakatan tersebut.
Sejak 19 Januari lalu, gencatan senjata antara Israel dan Hamas telah diberlakukan di Gaza, menghentikan perang yang telah menyebabkan lebih dari 48.200 korban jiwa, sebagian besar di antaranya adalah wanita dan anak-anak, serta merusak hampir seluruh wilayah Gaza. Kesepakatan ini berupaya meredakan ketegangan dan memulai proses penyelesaian damai.
Namun, pada Senin (11/2), juru bicara sayap militer Hamas, Brigade Al-Qassam, Abu Ubaida, mengumumkan bahwa rencana pembebasan tawanan Israel yang semula dijadwalkan pada 15 Februari ditunda tanpa batas waktu. Penundaan ini disebabkan oleh pelanggaran gencatan senjata oleh pihak Israel.
Kesepakatan gencatan senjata yang diterapkan di Gaza terbagi dalam tiga tahap. Pada tahap pertama yang berlangsung hingga awal Maret, sebanyak 33 tawanan Israel akan dibebaskan sebagai imbalan atas sejumlah tahanan Palestina yang juga akan dibebaskan. Pertukaran tahanan Israel dan Hamas yang keenam ini diharapkan terjadi pada pekan ini.
Pada November lalu, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas tuduhan kejahatan perang dan pelanggaran terhadap kemanusiaan di Gaza. Selain itu, Israel juga menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) terkait perang yang berlangsung di wilayah tersebut.