Istanbul (RadarYogyakarta.com) – Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Noel Barrot mengungkapkan bahwa risiko perang di Eropa kini berada pada tingkat yang “tinggi.” Ia menekankan bahwa ancaman terhadap benua tersebut semakin mendekat, dengan “garis depan terus bergerak lebih dekat.”
“Risiko perang di Eropa, khususnya di Uni Eropa, belum pernah sebesar ini. Dalam 15 tahun terakhir, ancaman ini semakin mendekat dan garis depan terus bergerak lebih dekat ke kita,” ungkap Barrot dalam wawancara dengan France Inter pada Senin (3/3).
Pernyataan tersebut disampaikan di tengah ketegangan geopolitik yang semakin meningkat, terutama pasca-perselisihan terbuka antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy. Ketegangan ini muncul setelah Zelenskyy meragukan pendekatan Trump yang berencana melakukan negosiasi dengan Rusia untuk mengakhiri perang di Ukraina. Konflik ini menambah kekhawatiran mengenai masa depan dukungan AS terhadap Ukraina serta kekokohan aliansi trans-Atlantik.
Barrot menilai situasi ini sebagai sebuah peringatan bagi sejumlah pemimpin Eropa. “Apa yang kita saksikan hari ini adalah kebangkitan beberapa pihak di Eropa yang sebelumnya enggan menerima kenyataan,” kata Barrot.
Meskipun ancaman perang semakin nyata, Barrot menegaskan bahwa Prancis tetap berkomitmen untuk menjaga stabilitas jangka panjang di kawasan tersebut. “Kami mendambakan perdamaian, tetapi perdamaian yang kokoh dan abadi,” tambahnya. Barrot juga menegaskan bahwa upaya diplomatik terus dilakukan untuk mengakhiri konflik yang telah berlangsung selama lebih dari tiga tahun ini.
Selain itu, Barrot menyatakan bahwa Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Presiden AS Donald Trump telah melakukan komunikasi yang sangat intens, dengan Prancis terus menjalin dialog dengan mitra internasional utama mereka.
Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer, yang baru saja menyelenggarakan pertemuan puncak di London pada Minggu lalu, mengungkapkan bahwa para pemimpin Eropa telah sepakat untuk merancang sebuah rencana perdamaian bagi Ukraina, yang akan diajukan kepada AS.
Macron sendiri mengungkapkan kepada Le Figaro bahwa rencana perdamaian ini mencakup gencatan senjata selama satu bulan yang akan berlaku untuk serangan udara dan laut, namun tidak untuk pertempuran darat.