Jakarta, RadarYogyakarta.com – Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan (ITSK), Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto (IAKD) Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Hasan Fawzi, menyampaikan bahwa Indonesia kini tercatat sebagai salah satu negara berkembang yang terdepan dalam hal regulasi aset kripto.
Hal ini mengacu pada hasil survei yang dilakukan oleh Cambridge Centre for Alternative Finance (CCAF) terkait tingkat kematangan regulasi kripto di berbagai negara. Survei tersebut dipaparkan dalam seminar yang digelar pada Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan (PTIJK) di Jakarta pada Selasa (11/2).
“Indonesia masuk dalam kategori emerging market and developing countries (EMDCs) yang memiliki regulasi aset kripto yang cukup matang dan terdepan dibandingkan negara-negara lain,” kata Hasan dalam acara Focus Group Discussion (FGD) Investortrust di Jakarta, Kamis (13/2).
Lebih lanjut, Hasan menjelaskan bahwa hanya sekitar 20 persen negara EMDC lainnya yang sudah memiliki regulasi yang memadai mengenai kripto. Sementara itu, negara-negara maju (developed and advanced economies) baru sekitar 60 persen yang memiliki regulasi kripto yang cukup.
“Ini bukan soal perlombaan siapa yang lebih dulu, tetapi kita berharap respon yang sangat proaktif. Kita ingin Indonesia bisa mendahului tren regulasi yang ada di tingkat regional dan global. Ini adalah langkah awal yang baik, namun kita harus terus menjaga dan mengawalnya,” ujar Hasan.
Kehadiran Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) yang diterbitkan pada 2023 memberikan landasan hukum yang kuat bagi pengakuan aset kripto sebagai bagian dari ekosistem keuangan Indonesia.
Hasan mengungkapkan bahwa setelah pengawasan aset kripto dialihkan dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) ke OJK, kripto tidak lagi hanya dilihat sebagai komoditas yang diperdagangkan. Aset ini berpotensi besar untuk mendukung inklusi keuangan serta mempercepat perekonomian digital Indonesia.
Aset kripto, lanjutnya, berperan penting dalam memperkuat pertumbuhan dan pendalaman pasar keuangan nasional. Per Desember 2024, jumlah investor kripto di Indonesia telah mencapai 22,91 juta orang, jumlah yang bahkan melebihi jumlah investor saham di pasar modal.
“Industri yang baru muncul ini tumbuh dengan sangat pesat. Percepatan adopsi aset kripto bahkan melampaui sektor keuangan yang sudah lebih lama ada. Hal ini menunjukkan tingginya minat masyarakat terhadap investasi di aset kripto,” kata Hasan.
Namun, dengan meningkatnya jumlah investor tersebut, Hasan menekankan pentingnya edukasi yang memadai dan perlindungan terhadap konsumen. “Edukasi dan perlindungan konsumen adalah tanggung jawab bersama. Namun, para penyelenggara platform atau pedagang aset kripto juga harus menjaga amanah yang diberikan oleh lebih dari 22 juta investor yang telah membuka akun di platform mereka,” tambah Hasan.