Bantul, RadarYogyakarta.com – Penantian panjang warga Parangtritis, Kapanewon Kretek, Kabupaten Bantul akhirnya berbuah manis. Tanah yang selama ini dikenal sebagai tanah tutupan Jepang resmi memiliki legalitas berupa sertifikat hak atas tanah.
Sebanyak 811 sertifikat hasil konsolidasi tanah diserahkan langsung oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, kepada para warga dalam sebuah seremoni pada Sabtu (10/5/2025). Sertifikat ini merupakan bagian dari program penataan tanah seluas 70 hektare, termasuk 17 hektare di antaranya yang dialokasikan untuk fasilitas umum dan sosial.
Tanah tersebut dulunya digunakan oleh militer Jepang pada masa pendudukan tahun 1943–1945 untuk keperluan strategis pertahanan, dan sejak saat itu status kepemilikannya tidak pernah jelas secara hukum. Kini, dengan diterbitkannya sertifikat resmi, warga dari tujuh dusun—yaitu Sono, Duwuran, Kretek, Grogol VII, Grogol VIII, Grogol IX, dan Grogol X—dapat bernapas lega.
“Tanah ini selama ini tertutup dan sulit dijangkau, tapi hari ini semuanya telah resmi. Sertifikatnya sudah di tangan. Silakan dimanfaatkan sebaik-baiknya,” kata Menteri Nusron dalam pernyataan resminya.
Ia menegaskan agar masyarakat tidak tergoda untuk menjual tanah dengan harga rendah. Sebaliknya, tanah tersebut diharapkan dapat menjadi modal produktif untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga.
“Gunakan untuk usaha, untuk membangun kehidupan. Tapi ingat, jangan dijual murah. Dan lebih penting lagi, jangan gegabah menjaminkan sertifikat untuk pinjaman tanpa pertimbangan matang,” imbau Nusron.
Bupati Bantul, Abdul Halim Muslih, turut mengapresiasi langkah pemerintah pusat dalam menyelesaikan permasalahan tanah tutupan yang telah berlangsung selama puluhan tahun. Ia menyebut keberhasilan ini akan mempermudah proses perencanaan pembangunan di kawasan tersebut.
“Kita patut bersyukur, karena sejak masa pendudukan Jepang sampai sekarang, persoalan ini akhirnya tuntas. Kini, penataan permukiman di kawasan itu bisa lebih terarah,” ujarnya.
Meski begitu, proses sertifikasi belum sepenuhnya rampung. Sekretaris Masyarakat Pengelola Tanah Tutupan Jepang Parangtritis (MPT2P), Suparyanto, menyebut masih ada sekitar 120 bidang tanah yang belum tersertifikasi. Berdasarkan data leter C di Kalurahan Parangtritis, terdapat 194 pemilik tanah dengan total luas mencapai 107 hektare dan 256 persil.
“Dari hasil penataan oleh ATR/BPN, bidang tanahnya dipecah jadi sekitar seribu lebih. Yang sudah dapat sertifikat baru 811,” ungkap Suparyanto saat ditemui RadarYogyakarta.com.
Ia menyambut baik program ini, namun menyoroti belum adanya kompensasi atas lahan warga yang terdampak proyek Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS). Menurutnya, sekitar 150 bidang tanah tutupan milik 56 warga—termasuk dirinya—seluas 16 hektare terkena proyek jalan nasional tersebut.
“Pada dasarnya kami tidak menolak pembangunan. Kalau pemerintah ingin membangun JJLS melewati lahan kami, silakan. Tapi kami mohon hak kami dihormati. Kami hanya meminta ganti rugi sesuai nilai appraisal,” tegasnya.
Warga kini berharap agar pemerintah tak hanya menyelesaikan aspek legal tanah, namun juga memberikan keadilan dalam hal kompensasi atas tanah yang digunakan untuk proyek infrastruktur.