Bantul (RadarYogyakarta.com) – Seiring dengan meningkatnya pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di berbagai daerah Indonesia, Bantul justru mengalami fenomena yang berbeda. Meskipun sejumlah perusahaan mengalami kesulitan, terutama dengan penurunan pesanan, hingga kini belum ada laporan terkait PHK massal yang terjadi di Kabupaten Bantul.
Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Bantul, Fardanatuan, mengonfirmasi bahwa hingga saat ini, tidak ada perusahaan yang melakukan PHK secara besar-besaran di wilayahnya. “Sampai hari ini, kami tidak menerima laporan mengenai PHK massal di Bantul,” ujar Fardanatuan pada Kamis (6/3/2025).
Fardanatuan menjelaskan bahwa sebelumnya sempat ada perusahaan yang menghadapi penurunan pesanan, sehingga mereka terpaksa mempekerjakan karyawan secara bergantian setiap minggu. Namun, situasi tersebut kini sudah membaik dan pekerja dapat kembali bekerja setiap hari tanpa adanya PHK.
Di sisi lain, meskipun ada ratusan lowongan pekerjaan yang dibuka setiap tahunnya di Bantul, faktanya banyak di antaranya yang sepi peminat. Fardanatuan menyebutkan bahwa meskipun perusahaan bekerja sama dengan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Bantul untuk merekrut tenaga kerja, kuota yang tersedia sering kali tidak terisi penuh. Dari ratusan lowongan yang dibuka, hanya puluhan pelamar yang mendaftar.
“Lowongan kerja yang tersedia bisa mencapai ratusan dalam setahun, tapi jumlah pendaftarnya hanya puluhan,” ungkapnya.
Sebagian besar lowongan tersebut terbuka untuk posisi operator produksi dengan persyaratan pendidikan minimal SMA/sederajat. Tahun ini, beberapa perusahaan besar di Bantul berencana untuk mengembangkan usahanya, yang tentu akan membuka lebih banyak lowongan kerja. Fardanatuan pun berharap kesempatan ini dapat dimanfaatkan oleh generasi muda di Bantul untuk memperoleh pekerjaan di daerah mereka.
Menurutnya, beberapa perusahaan baru yang didirikan di Bantul memanfaatkan luasnya lahan yang masih tersedia di sejumlah wilayah, yang menarik perhatian para investor untuk mendirikan pabrik. Selain itu, Fardanatuan juga mencatat bahwa upah pekerja yang relatif rendah di Bantul, sekitar Rp2,3 juta per bulan, menjadi daya tarik tersendiri bagi pengusaha.
“Upahnya rendah, UMK juga murah, itulah sebabnya banyak pengusaha memilih Bantul sebagai lokasi pabrik mereka,” jelas Fardanatuan.
Namun, ia juga menilai bahwa upah yang ditawarkan tidak begitu menarik bagi generasi muda, yang lebih memilih mencari pekerjaan di luar Bantul, karena lebih mengutamakan kompensasi yang lebih baik.
Sementara itu, Kepala Bidang Hubungan Industrial Disnakertrans Bantul, Rina Dwi Kumaladewi, berharap agar tidak ada PHK massal yang terjadi di Bantul. Meski demikian, ia menegaskan bahwa perusahaan tetap dapat melakukan PHK jika keadaan perusahaan tidak stabil, asalkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. “PHK bisa dilakukan jika memang sesuai dengan ketentuan yang ada, dan hak pekerja harus tetap diberikan,” ujarnya.
Dengan adanya perkembangan ini, Bantul dihadapkan pada tantangan untuk menyeimbangkan antara peningkatan kesempatan kerja dan menarik minat generasi muda agar tetap bekerja di wilayahnya.