Jakarta (RadarYogyakarta.com) – Wakil Ketua Ikatan Motor Indonesia (IMI) Bidang Mobilitas, Rifat Sungkar, menegaskan pentingnya kesadaran berkendara untuk menciptakan lingkungan yang aman di jalan raya. Menurutnya, rasa saling menghormati antar pengendara menjadi hal utama yang harus diterapkan oleh setiap pengguna jalan.
“Yang paling penting saat berkendara adalah kesadaran bahwa jalan bukan milik pribadi. Itu yang harus dipahami oleh semua pengendara, bahwa kita harus saling menghormati di jalan raya,” ujar Rifat saat ditemui di Jakarta, Senin (3/3).
Rifat menyampaikan bahwa banyak perilaku agresif di jalan raya disebabkan oleh tekanan waktu yang berlebihan. Hal ini, menurutnya, sering kali menjadi pemicu kecelakaan yang merugikan semua pihak. “Misalnya, jika perjalanan dari satu tempat ke rumah saya biasanya memakan waktu satu jam, tetapi saya terburu-buru. Hal itu bisa memicu emosi dan akhirnya membahayakan keselamatan. Namun, jika saya tenang dan tidak tergesa-gesa, waktu yang saya habiskan tidak terasa berat,” tambahnya.
Sebagai seorang pembalap profesional, Rifat menegaskan bahwa jalan raya bukanlah tempat untuk berlomba atau bersaing. Ia mengimbau agar pengendara tidak terprovokasi dengan manuver agresif dari pengemudi lain. “Jika menemui pengendara yang melakukan tindakan agresif, kita harus tetap tenang dan tidak ikut terbawa emosi,” ujarnya.
Rifat juga menyoroti pentingnya mengikuti aturan lalu lintas yang ada, dimulai dari memberikan prioritas kepada pejalan kaki, pengendara sepeda, motor, hingga mobil. Ia menambahkan, di Indonesia seringkali terdapat persepsi bahwa siapa yang lebih kuat akan menang, padahal yang lebih penting adalah menciptakan suasana yang aman dan nyaman bagi semua pengguna jalan.
Selain itu, Rifat juga mengungkapkan perhatian terhadap kendaraan yang tidak sesuai dengan standar, seperti truk dengan beban berlebih (Over Dimension Over Loading/ODOL), yang dapat meningkatkan risiko kecelakaan. “Truk ODOL membawa barang yang terlalu banyak, ini sangat berbahaya. Jangan sampai, demi efisiensi, kita mengabaikan keselamatan di jalan,” tuturnya.
Untuk menekan angka kecelakaan lalu lintas, Rifat juga mengusulkan agar pengambilan Surat Izin Mengemudi (SIM) di Indonesia lebih ketat, dengan jenjang pengambilan yang lebih selektif. Ia menyarankan agar ada sistem yang lebih terstruktur dalam proses perolehan SIM, di mana seseorang harus menunggu beberapa tahun untuk naik kelas SIM dan mengasah keterampilan berkendara.
“Proses pengurusan SIM di Indonesia terlalu mudah. Seharusnya ada jenjang untuk setiap tipe SIM. Seperti dulu, ada batasan waktu tertentu sebelum seseorang bisa meningkatkan kelas SIM. Dengan begitu, pengalaman dan keterampilan pengemudi akan lebih terasah dan bisa mengurangi risiko kecelakaan,” pungkas Rifat.
Dengan pendekatan yang lebih bijaksana dan kesadaran tinggi dari setiap pengendara, diharapkan keselamatan berkendara di Indonesia bisa meningkat dan menciptakan suasana jalan yang lebih aman bagi semua.